Minggu, 04 Januari 2015

PENANGANAN RESIKO PADA PERUSAHAAN ASURANSI PT.BNI Life Insurance

A.    PT. BNI Life Insurance

PT BNI Life Insurance (BNI Life) merupakan perusahaan asuransi yang menyediakan berbagai produk asuransi seperti Asuransi Kehidupan (Jiwa), Kesehatan, Pendidikan, Investasi, Pensiun dan Syariah. Dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya, BNI Life telah memperoleh izin usaha di bidang Asuransi Jiwa Berdasarkan surat dari Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.017/1997 tanggal 7 Juli 1997. Pendirian BNI Life, sejalan dengan kebutuhan perusahaan induknya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, untuk menyediakan layanan dan jasa keuangan terpadu bagi semua nasabahnya (one-stop financial services).

Saat ini BNI Life telah hadir melalui 4 saluran distribusi yaitu Agency, Bancassurance, Employee Benefits dan Syariah. Agency dipasarkan melalui agen-agen yang memasarkan produk individu, sedangkan Bancassurance dipasarkan melalui jaringan BNI di seluruh Indonesia. Employee Benefits dikhususkan bagi produk-produk asuransi kumpulan ke perusahaan-perusahaan, sedangkan syariah memasarkan produk asuransi baik individu, ataupun kumpulan dengan prinsip syariah. 

Kantor pemasaran merupakan salah satu saluran jaringan pemasaran yang dimiliki oleh BNI Life yang secara khusus memasarkan produk asuransi kehidupan (jiwa) individu baik konvensional maupun syariah melalui agen perorangan. Hingga Desember 2013, BNI Life sudah memiliki 41 kantor pemasaran dengan 1.708 agen berlisensi. Selain agen, BNI Life juga memiliki 688 Bancassurance Specialist di kantor-kantor cabang BNI di seluruh Indonesia.

Pada tanggal 11 Maret 2014, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan persetujuan perubahan kepemilikan saham PT BNI Life Insurance (”BNI Life”). Berdasarkan persetujuan tersebut pada tanggal 21 Maret 2014, BNI Life telah menyelenggarakan RUPSLB dengan agenda penerbitan saham baru sebanyak 120.279.633 lembar yang diambil seluruhnya oleh Sumitomo Life Insurance Company.



Terhitung sejak tanggal 9 Mei 2014, BNI Life telah menjadi perusahaan asuransi kehidupan (jiwa) joint venture dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk tetap menjadi pemegang saham pengendali sebesar 60,000000%; Sumitomo Life Insurance Company memiliki 39.999993%; 0.000003% dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Karyawan (YKP) BNI dan 0,000003% dimiliki oleh Yayasan Danar Dana Swadharma (YDD).



VISI MISI DAN NILAI PERUSAHAAN



  •    VISI 

Menjadi perusahaan asuransi terkemuka kebanggaan bangsa 

  • MISI

Memberikan perencanaan masa depan dan perlindungan yang terpercaya dengan layanan prima dan kinerja keuangan yang optimal untuk mewujidkan kehidupan bangsa yang lebih berkualitas

  • Nilai-nilai Perusahaan

  1. Integrity, Menjunjung tinggi kejujuran dan keselarasan dalam pemikiran, perkataan serta perbuatan

  1. Customer Oriented, Memberikan kualitas pelayanan kebutuhan pelanggan internal dan eksternal melebihi dari yang mereka harapkan

  1. Trust, Dapat dipercaya dan teguh memegang amanah dalam memenuhi janji baik kepada nasabah maupun rekan kerja

  1. Passion for Excellence, Selalu memberikan hasil kerja terbaik dan terus meningkatkan keahlian

  1. Team Work, Membina sinergi dan kerja sama antar individu dengan optimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan bersama

  1. Innovative, Menggunakan dengan maksimal semua sumber daya yang ada dengan kreativitias tinggi untuk menghasilkan perbaikan dan perubahan berkala

  1. Embrace Change, Aktif melakukan perubahan yang diperlukan dan siap menerima dan menjalankan perubahan yang terjadi kapan saja diperlukan

B. ANALISIS PENGELOLAAN MANAJEMEN RESIKO ASURANSI

pada pokoknya ada dua pendekatan atau cara yang digunakan oleh seprang MAnajer risiko dalam menanggulangi risiko yang dihadapi oleh perusahaannya, yaitu :

1.      Penanggulangan risiko

2.      Pembiayaan risiko

Selanjutnya dalam masing-masing pendwkatan ada beberapa alat yang dapat dipakai untuk menanggulangi risiko yang dihadapi. Biasanya dan sebaiknya Manajer risiko dalam menggunakan alat-alat tersebut mengadakan kombinasi dari dua cara atau lebih,agar supaya penanggulangan risiko dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam pendekatan dengan penanganan risiko ada beberapa alat/metode yang dapat digunakan, antara lain :

      1.      Menghindarinya

      2.      Mengendalikan

      3.      Memisahlan

      4.      Melalukan kombinasi

      5.      Memindahkan

Sedang dalam penaggulangan risiko dengan membiayai risiko ada dua cara atau metode yang dapat digunakan, yaitu :

     1.      Pemindahan risiko melalui asuransi

     2.      Melakulan retensi

Menghindari suatu risiko murni adalah menghindarkan harta, orang atau kegiatan dari exposure, dengan cara antara lain :

        1.      Menolak memiliki, menerima atau melaksanakan kegiatan yang mengandung risiko walaupun hanya u tuk sementara.

       2.      Menyerahkan kembali risiko yang terlanjur diterima atau segera menghentikan yang diketahui mengandung risiko

Ada beberapa karateristik dasar yang harus diperhatikan, yang berkaitan dengan penghindaran risiko, antara lain :

a.       keadaan yang mengakibatkan tidak adanya kemungkinan untuk menghindari risiko, dimana makin luas  pengertian risiko yang dihadapi akan makin besar ketidakmungkinan untuk menghindari.

b.      makin sempit risiko yang dihadapi, maka akan semakin besar kemungkinan akan terciptanya risiko baru.

Untuk mengimplementasikan keputusan penanggulanagn risiko dengan penhhindaran, harus ditetapkan secara jelas semua harta, personil serta kegiatan yang menghadapi risiko yang ingin dihindarkan tersebut. Selanjutnya dengan dukungan pihak manajemen puncak, Manajer Risiko seharusnya merekomendasikan prosedur tertentu yang garus ditaati oleh semua bagian perusahaan dan karyawan.

Tidak hanya itu risiko dalam perusahaan asuransi. Kini berkembang, unit manajemen risiko punya tugas tidak hanya memotret risiko objek asuransi, namun juga bertanggung jawab mengelolah semua risiko yang dihadapi perusahaan asuransi itu sendiri.
Adanya pergeseran pemahaman pengelolaan risiko ini beranjak dari kesadaran bahwa risiko yang dihadapi perusahaan asuransi bukan sekedar risiko terjadinya klaim. Menghadapi klaim itu hal biasa.

Menurut pedoman dari Departemen Keuangan, setidaknya ada tujuh risiko utama yakni risiko sebagai penanggung/penanggung ulang, risiko reputasi, risiko pasar, risiko investasi, risiko likuiditas, risiko bencana alam, dan risiko legal. Risiko-risiko tersebut jika tidak dikelolah dengan tepat, akan sangat mengganggu operasional perusahaan.

  •   Fokus Risiko sebagai Penanggung

Risiko sebagai penanggung menjadi fokus keseharian karena fungsi perusahaan asuransi adalah menjamin risiko pihak lain. Risiko tersebut harus dikendalikan. Sebagaimana diketahui, kontrol risiko terdiri dari menghindari, meminimalisir, menahan dan memindahkan risiko.
Tiga cara kontrol risiko di atas bisa dilakukan sekaligus. Namun, menghindari risiko tidak mungkin dilakukan karena fungsi perusahaan asuransi justru menanggung risiko pihak lain.
Kontrol risiko ini dimulai dari proses underwriting (seleksi risiko) hingga pascapembayaran klaim. Perusahaan asuransi bisa mereduksi risiko dengan cara proses seleksi risiko yang lebih ketat (prudent underwriting). Perlu kebijakan underwriting dan underwriter yang mumpuni untuk melakukan proses ini.

Kebijakan underwriting ketat memang bagus, tetapi perusahaan asuransi tetap butuh premi. Kebijakan underwriting ketat dan target premi perlu titik ekuilibrium. Pemilihan underwriter bersertifikat adalah upaya real meminimalkan risiko.

Dalam proses underwriting inilah, pada ‘zaman dulu’ ditempatkan unit yang disebut unit manajemen risiko. Unit ini bertugas melakukan survey atas objek pertanggungan yang akan dijamin asuransinya. Dari hasil survey diketahui lebih pasti kondisi objek yang digunakan untuk menentukan kondisi pertanggungan asuransi bagaimana yang paling tepat. Di industri asuransi jiwa, tes kesehatan sebelum aplikasi diterima adalah salah satu jenis kontrol risiko.
Selanjutnya, sebelum perusahaan asuransi menjamin risiko, melakukan kalkulasi seberapa besar mampu menahan risiko. Jika dirasa risiko sangat besar, bahkan di luar kemampuan (retensi), maka perusahaan asuransi akan mereasuransikan (mengasuransikan kembali) kepada perusahaan reasuransi (reasuradur).

Perlunya back-up reasuransi ini dilakukan agar jika terjadi klaim, maka perusahaan asuransi masih sanggup membayarnya. Juga agar tidak sampai mengganggu likuiditas perusahaan. Ini adalah bentuk kontrol risiko dengan cara memindahkan sebagian risiko ke reasuradur (spreading of risks).

Ketika proses underwriting selesai dan perusahaan asuransi bersedia menjamin risiko pemegang polis (tertanggung), maka mulailah risiko sebagai penanggung berjalan. Kontrol risiko belum berhenti. Perusahaan asuransi tetap harus memantau apakah syarat-syarat & kondisi (terms & conditions) polis, khususnya berkenaan dengan janji (warranties) dipenuhi apa tidak oleh tertanggung.

Dampak risiko sebagai penanggung adalah ketika terjadi klaim. Namun, tidak berarti setelah terjadi klaim, proses manajemen risiko berhenti. Manajemen risiko harus tetap jalan melalui tiga jalan.

Pertama, harus dilihat apakah perusahaan asuransi wajib membayar atau klaim ditolak karena tidak sesuai jaminan di polis.

Harus diketahui secara pasti apakah penyebab kerugian dijamin atau tidak di polis. Apakah tertanggung juga telah memenuhi kewajiban yang tercantum di polis? Jika setelah diteliti, tuntutan tidak claimable, maka perusahaan asuransi tidak wajib mengganti klaim.
Kedua, apabila perusahaan suransi wajib mengganti, maka harus dihitung berapa besar penggantian. Terlalu besar penggantian, pasti merugikan perusahaan asuransi. Jika terlalu kecil, maka yang dirugikan adalah pemegang polis. Perhitungan harus dilakukan secara teliti. Untuk di industri asuransi umum, aktifitas ini bisa dilakukan oleh loss adjuster yang bertindak independen.
Ketiga, pascapembayaran klaim, apabila kerugian yang diderita tertanggung disebabkan kesalahan pihak lain, perusahaan asuransi mempunyai hak menuntut (hak subrogasi) pihak lain tersebut untuk mengganti kerugian. Perusahaan asuransi bisa mendapatkan recovery sehingga mengurangi kerugan yang dideritanya

  • Mengelolah Risiko Katastropik

Bencana adalah jenis risiko katastropik. Penyebabnya bisa karena faktor manusia (man-made disaster) atau bencana alam (natural catastrophe). Bencana katastropik menimbulkan kerusakan parah dan korban jiwa yang besar. Umumnya mencakup wilayah yang luas.
Dukungan reasuransi harus mempertimbangkan jika terjadi bencana. Meskipun ada dukungan reasuransi, saat terjadi bencana, kerugian bisa lebih besar dari dukungan reasuransi yang dipunyai perusahaan asuransi. Akibatnya, kelebihan kerugian akan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Ini sangat berbahaya.
Beberapa bencana alam yang tergolong katastropik adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, badai/topan, kecelakaan reaktor nuklir, dll. Gempa bumiJogjakarta, tsunami Aceh, letusan gunung Krakatau dan Tambora adalah sebagian contoh jenis risiko katastropik yang pernah terjadi diIndonesia. Negeri ini memang sangat rentan terhadap gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi. Belum lagi bencana yang dipengaruhi ulah manusia seperti banjir.

Prediksi tingkat keparahan kerugian sebisa mungkin dikalkulasi secara akurat. Jika terlalu rendah, kerugian bisa jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Jika perkiraan terlalu tinggi, maka perusahaan asuransi terlalu besar mencari dukungan reasuransi, yang berarti terlalu banyak premi reasuransi yang dibelanjakan. Industri asuransi di negara maju sudah terbiasa menggunakan catastrophe modelling. Program komputer ini mampu memprediksi tingkat kerugian suatu bencana, termasuk prediksi seberapa besar klaim perusahaan asuransi. Namun akurasi program ini juga mendapatkan kritik tajam tatkala tak mampu berbuat banyak akibat badai Katrina, Wilma dan Rita di Amerika dan sekitarnya tahun 2005. Kerugian industri asuransi akibat ketiga badai ini melebihi US$ 90 milyar.

Manajemen risiko katastropik juga bisa dilakukan melalui upaya preventif. Perlu dukungan peran pemerintah dan penyadaran masyarakat. Pemerintah, misalnya, mengatur penggunaan lahan dan menegakkan aturan secara tegas agar tidak ada pelanggaran yang berujung pada bencana. 

Sering juga dilupakan bahwa industri asuransi dapat sangat berperan dalam mereduksi bencana. Perusahaan asuransi bisa berkontribusi bagaimana memahamkan bahkan melatih masyarakat dalam mengurangi peluang terjadi bencana dan dalam menghadapi bencana. Adaupaya-upaya pre- & post-disaster. Ini dilakukan sebagai ikhtiar menyelamatkan manusia dan harta benda saat bencana. Sekaligus untuk mereduksi klaim asuransi

Setiap tahapan dari proses akseptasi hingga klaim di perusahaan asuransi, butuh manajemen risiko. Belum lagi, risiko-risiko non-operasional yang jika salah kelola bisa menjadi meruntuhkan perusahaan asuransi.